Selasa, 26 Januari 2010

TEROWONGAN PADA BATUAN

  • Aspek Geologi
  1. Geologi faktor terpenting menentukan jenis, bentuk dan biaya terowongan.
  2. Sebelum kontruksi terowongan dilakukan penyelidikan geologi teknik dan geoteknik dengan cara :Pemboran,Insitu testing, Adits, Pilot tunnel.
  • Tinjauan Geoteknik
    Dari sudut geoteknik konstruksi terowongan
    melibatkan dua disiplin ilmu : Mekanika Tanah &
    Mekanika Batuan
  • Konsep Umum Teknologi Konstruksi Terowongan
    Syarat utama konstruksi suatu terowongan yaitu :
  1. Dapat dilaksanakan dengan aman
  2. Pelaksanaan konstruksi tidak boleh mengakibatkan
    kerusakan pada bangunan atau instalasi penting
    lainnya.
  3. Harus dapat memiliki sistem pemeliharaan seminim
    mungkin
  4. Harus dapat menahan beban dalam jangka lama
    terutama tekanan air dan tanah
Unsur utama konstruksi terowongan yang harus
dipertimbangkan adalah :
Penggalian
Penjagaan terhadap galian/bukaan
Perbaikan batuan
Pengaruh konstruksi terhadap struktur disekitar terowongan

  • Kondisi Batuan
Terowongan pada Masa Batuan
  1. Batuan kompeten, batuan intact yang keras yang tidak membutuhkan sokongan pada penggalian terowongan
  2. Batuan tidak kompeten, memiliki sifat diskontinu berupa joint, bidang foliasi, bedding planes dan sesar ataupun kekar
Respon Batuan pada Konstruksi Terowongan
  1. Perubahan tegangan
  2. Perubahan Hidrolik
  3. Perubahan sifat material
Klasifikasi Massa Batuan yang diperoleh dari data pemboran adalah :
  1. Kekuatan Tekanan Uniaksial dari batuan yang utuh (uniaxial compressive strength of intact rock material)
  2. Rock Quality Designation (RQD)
  3. Jarak diskontinuitas
  4. Keadaan diskontinuitas (condition of discontinuties)
  5. Keadaan air tanah (groundwater condition)
  6. Arah dari diskontinuitas (orientation of discontiunities)
  • Masalah-masalah dalam pelaksanaan terowongan batuan
  1. Rute Terowongan Melewati Patahan :
- Sesar aktif akan berpengaruh terutama bila terowongan berada dibawah muka air tanah.
- Bagian yang bisa ditemukan sepanjang rute terowongan pada gambar adalah :
  1. Lapisan sedimen horizontal, kecuali lokasi patahan, diperlukan studi regional dan lubanglubang bor
  2. Lapisan sedimen dg susunan miring tidak beraturan diatas granite yang dikelilingi oleh skis dan gneis.Zona patahan tidak dapat diteliti padapermukaan. Pemetaan rinci dipermukaan harusdilakukan juga pemboran

PEMERCONTOHAN BATUBARA BERBASIS GENETIK (KARAKTERISTIK CLEAT) UNTUK MEMAHAMI KANDUNGAN SULFUR PADA LAPISAN BATUBARA

Abstrak

Di dalam dunia industri, pemanfaatan pokok batubara adalah untuk pembangkit listrik dan pabrik baja, keduanya menuntut batubara berkandungan sulfur rendah. Pada kontrak jual-beli batubara (pemasaran), kandungan sulfur merupakan salah satu persyaratan pokok dan mempengaruhi harga. Batubara bersulfur tinggi juga menimbulkan masalah teknis dan lingkungan. Pada proses pembakaran (power plant), sulfur dikonversi ke oksida dan dapat menimbulkan pengkaratan atau korosi kuat pada peralatan atau komponen logam. Batubara bersulfur tinggi dapat menimbulkan masalah lingkungan, baik di lokasi tambang, sepanjang jalur pengangkutan batubara, penumpukan, hingga di lokasi pemanfaatan. Pada lokasi-lokasi tersebut, selain menimbulkan polusi udara, juga dapat menghasilkan aliran air bersifat asam, sedangkan pembakaran batubara dapat menghasilkan gas SOx yang mengganggu atmosfer.

Di sisi lain, kenyataan di lapangan sebaran kandungan sulfur pada lapisan batubara dapat sangat bervariasi dan berubah-ubah nilainya, baik secara vertikal maupun lateral, bahkan pada jarak yang dekat sekalipun. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang berlangsung bersamaan maupun setelah pembentukan lapisan batubara. Oleh karena itu, data kandungan sulfur pada batubara merupakan hal yang penting untuk diketahui secara lebih baik karena berkaitan dengan aspek pemanfaatan, lingkungan, pemasaran, perencanaan dan operasi penambangan, serta aspek geologi.

Penelitian ini berbasis deskriptif-observasi yang berusaha melakukan pengamatan dan pemercontohan batubara berdasarkan perbedaan karakteristik cleat yang dikendalikan oleh struktur lipatan dan sesar. Oleh karena itu, penelitian ini bertumpu pada pengamatan dan pemercontohan batubara di lapangan untuk menemukan variabel karakteristik cleat, sehingga diharapkan akan mempunyai keluasan pemahaman mengenai kandungan sulfur pada lapisan batubara. Sasarannya adalah menentukan metode pemercontohan batubara yang representatif untuk mendapatkan data kandungan sulfur dan pola sebarannya secara lebih baik dan menyeluruh yang mendekati kondisi di alam. Untuk itu dituntut suatu metode perolehan contoh dan teknik pemercontohan yang representatif dengan pendekatan berbasis genetik yang diterapkan pada (1) obyek penelitian (kandungan sulfur), (2) obyek pengamatan (cleat pada lapisan batubara), serta (3) teknik pemercontohan yang ketebalan contoh batubaranya diambil secara selang genetik (genetic interval).

Tujuan akhirnya adalah dapat diketahuinya secara lebih baik keberadaan kandungan sulfur dan pola sebarannya pada lapisan batubara. Sehingga nantinya dapat dibangun model kandungan sulfur pada lapisan batubara dan ditentukannya model eksplorasi batubara berbasis kandungan sulfur yang dikendalikan oleh struktur geologi.

Pirit epigenetik berdasarkan genesanya terbentuk setelah atau saat terjadi pembatubaraan dan hadir sebagai pirit pengisi cleat pada lapisan batubara. Cleat dapat bertindak sebagai sistem jaringan airtanah yang berfungsi sebagai tempat lalu dan akumulasinya larutan polisulfida yang dapat bereaksi dengan FeS atau Fe3S4 untuk membentuk pirit. Berdasarkan penjelasan di atas, tampak adanya hubungan antara kandungan sulfur pada lapisan batubara dan karakteristik cleat yang dikendalikan oleh struktur geologi. Cleat adalah rekahan alami yang terdapat di dalam lapisan batubara, terdiri dari face cleat dan lebih kecil lagi disebut butt cleat (Laubach et al., 1998).

Menurut sejumlah peneliti (Ward, 1984; Laubach et al., 1998; Frodsham,1999; Charles, 2002; Cristina, 2003; Paul, 2003), cleat dapat terbentuk pada periode yang berbeda di dalam sejarah pembentukan batubara akibat berbagai mekanisme, yaitu pengaruh proses dehidrasi atau desiccation, devolatilisasi, mekanisme pengendapan, tebal lapisan batubara, kandungan maseral, litotip batubara, derajat batubara, lingkungan pengendapan batubara, kontraksi termal, tektonik regional, struktur geologi, dan aktivitas pekerjaan tambang. Dengan kata lain, salah satu fungsi dari cleat adalah struktur geologi. Menurut Ryan (2003), orientasi optimal cleat batubara adalah sejajar terhadap tegasan maksimum horisontal atau dipengaruhi tegasan kompresif regional.

Selanjutnya, lokasi titik-titik pemercontohan dipilih pada lapisan batubara yang sama di sayap curam dan sayap landai lipatan asimetri serta di zona sesar dan bukan zona sesar. Pemilihan lokasi ini bertujuan agar keseluruhan perkembangan karakteristik cleat (kondisi geometri cleat), derajat fragmentasi batubara, dan kandungan sulfur dapat diketahui dalam satu kendali struktur geologi yang sama. Cara ini lebih bermanfaat dalam upaya mengetahui karakteristik kandungan sulfur pada lapisan batubara dan perolehan contoh yang lebih representatif.

Pada pemercontohan batubara dengan channel sampling yang ketebalan contohnya diambil secara selang ketebalan (thickness interval), ternyata dapat menimbulkan penyimpangan terhadap nilai dan pola sebaran kandungan sulfurnya. Selanjutnya pada teknik pemercontohan berbasis selang genetik dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang dijumpai pada teknik pemercontohan berbasis selang ketebalan, terutama dalam kaitannya dengan penentuan kandungan sulfur dan spesifikasi batubara lainnya. Hasil pemercontohan berbasis selang genetik dapat sebagai dasar yang lebih representatif untuk analisis kandungan sulfur dan pola sebarannya serta lebih mewakili kondisi di alam. Sekaligus hasilnya dapat digunakan sebagai model atau pedoman untuk hasil pemercontohan di titik-titik lain yang berbasis selang ketebalan.

Berdasarkan pengamatan dan teknik pemercontohan yang berbasis genetik, maka dapat dibangun model kandungan sulfur pada lapisan batubara. Antisipasi terhadap model kandungan sulfur tersebut, adalah dapat ditentukannya model eksplorasi batubara berbasis kandungan sulfur. Berdasarkan model kandungan sulfur dan model eksplorasi, maka keberadaan kandungan sulfur pada lapisan batubara dapat diketahui secara menyeluruh dan lebih baik. Sekaligus dapat dipergunakan sebagai petunjuk bagi ahli eksplorasi batubara untuk menentukan perumusan sasaran, strategi eksplorasi, dan pemilihan metode tepat-guna sejak awal kerja eksplorasi.

Senin, 25 Januari 2010

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN PANAS BUMI DI INDONESIA

POTENSI DAN WILAYAH KERJA PERTAMBANGAN

PANAS BUMI DI INDONESIA

oleh : sutrisno


Sebanyak 252 lokasi panas bumi di Indonesia tersebar mengikuti jalur pembentukan gunung api yang membentang dari Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi sampai Maluku. Dengan total potensi sekitar 27 GWe, Indonesia merupakan negara dengan potensi energi panas bumi terbesar di dunia. Sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan, potensi energi panas bumi yang besar ini perlu ditingkatkan kontribusinya untuk mencukupi kebutuhan energi domestik yang akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sumber energi fosil yang semakin menipis.

Dengan adanya UU No. 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi diharapkan akan memberikan kepastian hukum dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Untuk mempercepat investasi di bidang panas bumi, perlu disiapkan informasi mengenai Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi yang dapat dikembangkan. Selain 33 WKP yang telah ditetapkan, sebanyak 28 peta saran WKP panas bumi telah dibuat dengan total potensi sekitar 13.000 MWe. Potensi sebesar ini diharapkan dapat memenuhi target pengembangan panas bumi untuk membangkitkan energi listrik sebesar 6000 MWe di tahun 2020.

Pendahuluan

Potensi energi panas bumi di Indonesia yang mencapai 27 GWe sangat erat kaitannya dengan posisi Indonesia dalam kerangka tektonik dunia. Ditinjau dari munculnya panas bumi di permukaan per satuan luas, Indonesia menempati urutan keempat dunia, bahkan dari segi temperatur yang tinggi, merupakan kedua terbesar. Sebagian besar energi panas bumi yang telah dimanfaatkan di seluruh dunia merupakan energi yang diekstrak dari sitem hidrotermal, karena pemanfaatan dari hot-igneous system dan conduction-dominated system memerlukan teknologi ekstraksi yang tinggi. Sistem hidrotermal erat kaitannya dengan sistem vulkanisme dan pembentukan gunung api pada zona batas lempeng yang aktif di mana terdapat aliran panas (heat flow) yang tinggi. Indonesia terletak di pertemuan tiga lempeng aktif yang memungkinkan panas bumi dari kedalaman ditransfer ke permukaan melalui sistem rekahan. Posisi strategis ini menempatkankan Indonesia sebagai negara paling kaya dengan energi panas bumi sistem hidrotermal yang tersebar di sepanjang busur vulkanik. Sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia tergolong mempunyai entalpi tinggi.

Panas bumi merupakan sumber daya energi baru terbarukan yang ramah lingkungan (clean energy) dibandingkan dengan sumber energi fosil. Dalam proses eksplorasi dan eksploitainya tidak membutuhkan lahan permukaan yang terlalu besar. Energi panas bumi bersifat tidak dapat diekspor, maka sangat cocok untuk untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.

Sampai tahun 2004, sebanyak 252 area panas bumi telah di identifikasi melalui inventarisasi dan eksplorasi. Sebagian besar dari jumlah area tersebut terletak di lingkungan vulkanik, sisanya berada di lingkungan batuan sedimen dan metamorf. Dari jumlah lokasi tersebut mempunyai total potensi sumber daya dan cadangan panas bumi sebesar sekitar 27.357 MWe. Dari total potensi tersebut hanya 3% (807 MWe) yang telah dimanfaatkan sebagai energi listrik dan menyumbangkan sekitar 2% dalam pemakaian energi listrik nasional.

Setelah Keppres no. 5/1998 yang menunda dan mengkaji kembali beberapa proyek panas bumi, belum ada regulasi termasuk Keppres no. 76/2000 yang berhasil menarik investasi baru. Terbitnya UU No. 27 Tahun 2003 tentang panas bumi diharapkan akan memberikan kepastian hukum dalam mendorong investasi untuk pengembangan panas bumi. Selain itu, UU no. 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan memberikan kesempatan pengembangan pembangkit tenaga listrik dari sumber energi baru terbarukan setempat di wilayah kompetisi dan non kompetisi pada off grid dan on grid.

Mengacu pada UU no. 27/2003 dan UU no. 20/2002 tersebut telah dibuat suatu peta perjalanan (road map) panas bumi sebagai pedoman dan pola tetap pengembangan dan pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia. Industri panas bumi yang diinginkan yang tertuang dalam peta perjalanan tersebut antara lain pemanfaatan untuk tenaga listrik sebesar 6000 MWe dan berkembangnya pemanfaatan langsung (agrobisnis, pariwisata, dll) pada tahun 2020.

Untuk mencapai target pengembangan panas bumi sebesar 6000 MW dan pemakaian energi terbarukan non hidro skala besar ?5% dalam energy mix untuk tenaga listrik di tahun 2020 maka perlu percepatan investasinya. Untuk itu, selain 33 WKP yang telah ada, pemerintah telah membuat peta saran WKP untuk 28 lokasi panas bumi yang didasarkan pada besarnya potensi energi yang ada di wilayah tersebut.

Dengan adanya neraca potensi dan ditetapkannya WKP baru diharapkan akan mempercepat pengembangan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan energi domestik yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.

Distribusi, Klasifikasi dan Potensi Energi Panas Bumi

Sekitar 80% lokasi panas bumi di Indonesia berasosasi dengan sistem vulkanik aktif seperti Sumatra (81 lokasi), Jawa (71 lokasi), Bali dan Nusa Tenggara (27 lokasi), Maluku (15 lokasi), dan terutama Sulawesi Utara (7 lokasi). Sedangkan yang berada di lingkungan non vulkanik aktif yaitu di Sulawesi (43 lokasi), Bangka Belitung (3 lokasi), Kalimantan (3 lokasi), dan Papua (2 lokasi).

Dari 252 lokasi panas bumi yang ada, hanya 31% yang telah disurvei secara rinci dan didapatkan potensi cadangan. Di sebagian besar lokasi terutama yang berada di daerah terpencil masih dalam status survei pendahuluan sehingga didapatkan potensi sumber daya.

Total potensi panas bumi dari 252 lokasi sebesar 27.357 MWe terdiri dari sumber daya sebesar 14.007 MWe dan cadangan sebesar 13.350 MWe (Tabel 1). Data potensi ini merupakan data dari Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral (DIM) dan institusi lain yang bergerak di bidang panas bumi. Hal ini menjadi kendala dalam penghitungan neraca potensi karena dengan sumber data yang berbeda kemungkinan dihitung dengan metode yang juga berbeda. Sedangkan dalam penghitungan yang dilakukan oleh DIM juga masih sangat subyektif. Metode yang dipergunakan dalam penghitungan potensi energi untuk masing–masing sumber daya dan cadangan juga berbeda. Kendala-kendala yang masih dijumpai dalam penghitungan potensi panas bumi antara lain dalam penentuan temperatur reservoir dan luas daerah prospek. Penghitungan temperatur dengan metode geotermometri yang berbeda akan menghasilkan temperatur yang berbeda pula. Demikian juga dengan penentuan luas prospek yang dapat ditentukan dengan zona tahanan jenis rendah, gradien tahanan jenis dan pendekatan geologi. Namun demikian data potensi ini bersifat dinamis yang akan berubah dan dimutakhirkan setiap waktu sesuai dengan tingkat kegiatan eksplorasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh pengembang.

Pemanfaatan

Apabila ditinjau dari total potensi yang ada, pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat kecil yaitu sekitar 3%. Pemanfaatan ini juga masih terbatas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dengan menghasilkan energi listrik sebesar 807 MWe yang sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (97%). Tujuh lapangan panas bumi yang telah dimanfaatkan sebagai PLTP terletak di Jawa Barat (Gunung Salak 330 MWe, Wayang Windu 110 MWe, Kamojang 140 Mwe, dan Darajat 145 MWe), Jawa Tengah (Dieng 60 MWe), Sumatra Utara (Sibayak 2 MWe) dan Sulawesi Utara (Lahendong 20 MWe).

Energi panas bumi di Indonesia sangat beragam , sehingga selain pemanfaatan tidak langsung (PLTP), dapat dimanfaatkan secara langsung (direct uses) seperti untuk industri pertanian (antara lain untuk pengeringan hasil pertanian, sterilisasi media tanaman, dan budi daya tanaman tertentu). Dibandingkan dengan negara lain (China, Korea, New Zealand) pemanfaatan langsung di Indonesia masih sangat terbatas terutama hanya untuk pariwisata yang umumnya dikelola oleh daerah setempat. Untuk mengembangkan pemanfaatan energi panas bumi secara langsung di Indonesia masih diperlukan riset dan kajian lebih lanjut.

Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi

Mengacu pada UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, bahwa Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi adalah wilayah yang ditetapkan dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pembuatan dan penetapan WKP panas bumi merupakan wewenang pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan kewenangan pemberi perizinan tergantung dari letak di mana WKP tersebut berada. Jika WKP terletak di dalam suatu kabupaten, wewenang perizinan ada di pemerintah kabupaten. Apabila WKP berada di lintas kabupaten maka wewenang ada di pemerintah daerah provinsi. Pemerintah pusat hanya memberikan perizinan untuk WKP di lintas provinsi. WKP akan ditawarkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melalui mekanisme lelang. Tata cara lelang untuk WKP panas bumi akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) yang saat ini masih berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang panas bumi dan dalam proses penyelesaian.

Untuk memberikan informasi mengenai status WKP yang ada, maka WKP panas bumi dikelompokkan menjadi :

1) WKP tahap produksi, yaitu WKP yang telah dieksploitasi dan menghasilkan energi listrik

2) WKP tahap eksplorasi/pengembangan, yaitu WKP yang berada dalam tahapan eksplorasi atau dalam tahapan pengembangan

3) WKP yang ditawarkan (open area), yaitu WKP yang berada dalam tahapan eksplorasi dan masih menjadi milik pemerintah.

Sampai saat ini terdapat 33 WKP panas bumi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebanyak 15 WKP tersebut merupakan milik Pertamina (perkiraan potensi 7.500 MWe) dan 6 WKP di antaranya merupakan WKP tahap produksi, yang menghasilkan total energi listrik sebesar 807 MWe (Tabel 2 & Tabel 3). Sedangkan 18 WKP yang telah ditetapkan dan merupakan WKP tahap eksplorasi, oleh Pertamina diserahkan kembali kepada pemerintah dengan perkiraan potensi sekitar 3.900 MWe (Tabel 4).

Sejumlah peta saran WKP baru untuk 28 lokasi panas bumi telah dibuat. Perkiraan letak dan luas WKP masing–masing didasarkan pada posisi zona prospek dan besarnya potensi energi panas bumi. WKP baru ini terutama untuk daerah panas bumi yang telah disurvei rinci dan sebagian terletak di kawasan Indonesia timur. Dengan luas untuk setiap WKP tidak lebih dari 200.000 ha diharapkan zona prospek panas bumi berada di dalam WKP tersebut. Peta saran WKP ini juga bersifat dinamis, karena posisi dan luasnya akan dapat berubah tergantung dari perubahan ketersediaan data kepanasbumian dan status penyelidikan di daerah panas bumi tersebut (tahap ekplorasi atau tahap pengembangan). Perkiraan total potensi dari WKP baru ini sekitar 2.000 MWe.

Dengan adanya promosi WKP panas bumi di kawasan Indonesia timur di harapkan pengembangan panas bumi untuk PLTP di daerah ini dapat segera terealisasi. Hal ini mengingat kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur sampai saat ini hanya dapat mengandalkan bahan bakar diesel untuk pembangkit listrik karena faktor alamnya tidak memungkinkan adanya pembangkit geohidro.

Diskusi dan Simpulan

Sebagian besar dari total potensi 27 GWe sumber energi panas bumi di Indonesia mempunyai entalpi yang tinggi, sehingga sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik.

Dengan terbitnya UU no. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan beberapa regulasi lain di bidang kelistrikan akan dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha kepanasbumian untuk berinvestasi.

Dengan mengembangkan WKP yang telah ditetapkan dan WKP baru (perkiraan total potensi sekitar 13.000 MWe) diharapkan akan tercapai ketersediaan listrik tenaga panas bumi sebesar 6000 MWe di tahun 2020. Dengan demikian konsumsi dan ketergantungan pada energi fosil di dalam negeri akan berkurang.

Terpenuhinya kebutuhan listrik terutama di daerah Indonesia timur akan dapat mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian khususnya daerah. Sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarukan, serta sifatnya yang tidak dapat dieksport, pengembangan panas bumi merupakan alternatif yang sangat tepat untuk menunjang pemenuhan kebutuhan energi nasional.

Daftar Pustaka

Buku Potensi Panas Bumi di Indonesia, Status 2004., Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. Tidak dipublikasikan.

Edwards,L.M., Chilingar,G.V., Rieke III,H.H., Fertl,W.H., 1982. Handbook of Geothermal Energy. Gulf Publishing Company, Houston, Texas.

Kebijakan Energi Nasional 2003 – 2020. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Pedoman dan Pola Tetap Pengembangan Industri Ketenagalistrikan Nasional 2004–2020. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Rancangan Pedoman dan Pola Tetap Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Panas Bumi 2004 – 2020. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Rancangan Road Map Pengembangan Panas Bumi 2004 – 2020. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Undang – undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi

Peta Distribusi Lokasi dan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi


Senin, 05 Januari 2009

uku tun_djank

uku tun_djank

Minggu, 04 Januari 2009

Lebong adalah kabupaten yang dicanangkan menjadi lumbung padi dan ikan, karna luasnya daerah persawahan disana yang sangat menunjang untuk menjadi salah satu daerah penghasil padi terbanyak di indonesia. selama ini lebong menghasilkan padi dan ikan itu dalam satu tahun sekali, dan sekarang melalui proses yang panjang di usahakan lebong akan meghasilkan atau melakukan panen raya padi dan ikan dua kali dalam setahun, ini dilakukan agar pendapatan para petani di daerah lebong bisa meningkat. lebong yang merupakan salah satu kabupaten pemekaran propinsi bengkulu, sangat membuka peluag bagi investor-investor yang berminat untuk membuka usaha dan menanamkan modal nya di segala bidang usaha demi menciptakan lapangan keraja bagi, masyarakat lebong.
Di lihat dari posisi kabupaten lebong yang sangat menunjang, memberikan peluang dalam bentuk usaha dalam bidang apapun terutama bidang pertanian dan perikanan.
Lebong juga mempunyai bermacam-macam objeck wisata yang bisa dikembangkan menjadi wisata-wisata internasional. tidak kalah dengan daerah-daerah lain, banyak objeck wisata di lebong yang bisa dijadikan tempat rekreasi bagi keluarga maupun para wisatawan.
mohon maaf sebelumnya saya belum bisa memuat fhoto-fhoto object wisata di lebong untuk saat ini, namun lain waktu saya akan memuat lagi tentang lebong baik object wisata, kesian daerah, maupun berita-berita tentang kabupaten lebong. thanks